04/09/2012

Book Review #1: Dee's AKAR

Hari ini, dengan kecepatan baca kilat (hanya menghabiskan waktu satu hari), akhirnya gue menyelesaikan "Akar"nya Dee, yang dipinjam dari seorang teman dan sudah lama numpuk di daftar tunggu baca. Ada sebuah impresi yang sangat kuat tertinggal setelah gue menyelesaikannya tadi siang. Masih jelas terbayang-bayang sang karakter utama Bodhi, yang bukan hanya seorang anak jalanan tak berharga, tapi adalah seseorang yang telah mengalami pengalaman dan perjalanan hidup yang panjang nan sulit namun bermakna dan menggenapkan. Impresi yang dari tadi terus menggelantungi otak gue, pada akhirnya mendorong si otak ini agar menggerakkan sang pemilik, (which is obviously ME!) untuk membuat review singkat mengenai buku tersebut. Dan inilah review saya mengenai Akar, yang pada dasarnya terdiri dari tiga inti, yaitu kronologis dari awal gue meminjam buku tersebut sampai tamat membacanya, kemudian ke penilaian mengenai isi buku itu sendiri, dan berakhir pada buku versi yang mana yang recommended untuk dibaca.

Impresi kuat dari Akar tersebut sebenarnya dibawah ekspektasi gue, karena justru buku "Supernova" sebelumnya, "Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh", meninggalkan impresi yang jauh lebih kuat dan lebih dalam. Malah, ketika awal membaca Akar, gue sempet berhenti karena kecewa atas ekspektasi yang gak terpenuhi. Kemudian gue menganggurkan buku ini berbulan-bulan, sampai akhirnya beberapa hari yang lalu, teman sebangku yang sudah sekelas 4 tahun (dari MOPD dan ga pisah-pisah sampe sekarang kelas 3), Bujang, bilang dia sudah menamatkan Akar dan merekomendasikannya dengan amat sangat kepada gue. Nah dari situlah akhirnya gue mulai baca (lagi) dan menemukan sesuatu yang lain di Akar. Berbeda bentuk dari pada karya Supernova-nya yang pertama, namun meninggalkan kesan dan makna yang hampir sama besar. Jadi, kronologinya berawal dari sebuah ketidakpuasan, kemudian berakhir pada sebuah kesan penuh makna.

Yah, gimanapun juga, Dee tetap selalu memikat di setiap karya-karyanya. Pada karyanya yang satu ini, Dee membawa pembaca menyelami bahasanya yang kadang rumit namun dapat berubah menjadi sangat santai. Terkadang kita dibuat berpikir, dengan metaforanya yang melibatkan hal-hal asing tak terduga yang janggal dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sering pula pembacanya dibuat santai, dibawanya dengan halus mengarungi cerita demi cerita, sampai akhirnya terkejut sendiri ketika menemukan kembali bagian-bagian metaforanya Dee yang janggal tapi unik dan mengesankan. Tapi membacanya memang butuh energi dan niat yang ekstra, soalnya 200 halaman keseluruhan buku hanya dibagi ke dalam tiga keping dan sekitar 150-an halaman diantaranya dipadatkan menjadi satu bab. Jadi, memang seperti membaca novel tanpa bab, yang bagi sebagian orang bisa jadi sangat membosankan. Tapi gue suka, dan merekomendasikannya kepada teman-teman yang bener-bener suka baca, apalagi yang suka sastra.

Nah, sekarang di tahun 2012 ini, setelah Dee mengeluarkan debut Supernova terbarunya, Partikel, semua seri Supernova termasuk di dalamnya Akar dicetak ulang dan diterbitkan dengan cover yang sepenuhnya berbeda, dan berwarna seragam: hitam. Isi di dalamnya tidak banyak berubah, hanya Dee memperjelas setiap keterangan tempat beserta tahun, dan ada beberapa detil lain yang sedikit berubah, mungkin lebih untuk kenyamanan pembaca. Gue, bedasarkan pendapat sendiri, lebih merekomendasikan untuk membaca versi yang lama, karena perubahan detil seperti penggunaan tanda kutip, ataupun penambahan detil tahun dan tempat membawa banyak perubahan suasana pembaca. Pada versi yang lama, pembaca dibawa hanyut dalam misteri yang sering kali menggantung. Memang sensasi ini lah yang gue cari dari karya-karyanya Dee, yang sedikit banyak hilang dengan penambahan detil-detil tertentu pada versi yang lebih baru.


foto cover Akar (kanan: versi cetakan baru; kiri: versi cetakan lama)

“Sungai menjadi jalan pulangnya ke rumah tak berwadak, tapi ia selalu tahu di mana harus mengetuk pintu” ― DeeSupernova: Akar